Kamis, 19 Agustus 2010

Cakil sedang belajar sama Mbah Mbeling

(2) Cakil merasa bisa karena buku2 berat telah dibacanya, sehingga hari ini Cakil meminta ijin mbah Mbeling untuk ke dunia ramai.

“Heeem … bagaimana kamu membacanya? Tidakkah diperhatikan ayat2 yang menyuruh berfikir telah kamu lakukan Kil?” mbah Mbeling mulai bicara menghiraukan permintaan Cakil.
“Ingat Kil kalau kamu baca saja belumlah cukup, karena masih ada ayat2 lain belum kamu sentuh … itu lho ayat2 dalam diri dan alam. Ayat2 ini adalah ayat basah yang harus kamu pikirkan (tafakuri), perhatikan Kil firman Allah berikut …!”

“Dan, di bumi itu terdapat tanda2 (kekuasaan Allah) bagi yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan” Adz Dzuriyaat 20-21.
“Sebenarnya al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata dalam dada orang yang diberi ilmu” Al Ankabuut 49
“... dll Kil...” mbah Mbeling berhenti sejenak, Cakil hanya bisa memandangi saja!

“ee.ee... ada apa, cara memendangmu kok begitu ?.. Ingat Kil, janganlah kamu merasa bisa, ilmu Allah itu tidak terukur jangan kamu sederhanakan dalam pikiranmu ... perhatikan Kil Firman Allah berikut...!”

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (keringnya), niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah…” Qs, Al Lukman:27.

“Sekarang siap siap lah Kil, embah ingin lihat jurus yang telah kamu pelajari” dan mereka serentak keluar halaman.

Tiba tiba, ... dueeeezsh .. breeet! ... Baju Cakil robek disekujur tubuh. Badannya utuh tak ada yang lecet tetapi oleng tak tentu arah. Namun dasar Cakil, dalam olengnya lama-lama jadi pethakilan membentuk tarinya yang khas, membuat mbah Mbeling tertawa ha ha ha.

Lagi lagi mbah Mbeling pergi begitu saja, meninggalkan Cakil yang lagi betulin bajunya. Kenapa ya baju ini robek ... guman Cakil penasaran.

Cakil pamitan sama Mbah Mbeling

(4) Belakangan hari mbah Mbeling merasakan kegelisahan Cakil semakin menjadi-jadi, sehingga dalam kesempatan duduk santai diajaklah Cakil bicara. “Embah lihat syariatmu sudah tertib, ibadahmu sudah terlandasi ilmu, ada apa kamu gelisah Kil?”

“Itu lho mbah, kenapa waktu lalu bajuku lepas walau masih utuh…?” tanya Cakil penasaran. “O allah Kil kamu ini … terlalu berperasaan, malu ya panu di badanmu kelihatan?. Biarkan saja semua melihat, kenapa harus kamu tutup2i ... Jadi selama ini kamu pakai baju hanya untuk menutupi panumu!!!”

“Habis obat ramuan embah tak juga meresap ... panunya muncul terus, jangan salahkan saya!” jawab Cakil dongkol mau ajak diskusi malah lari ke penyakit kulit... semprul deh.

“Kil ... bajumu adalah syariatmu, bajumu lepas karena syariat kamu taruh dikulit saja, tanpa kamu resapi.”... “Kamu sahadat, tapi tak tahu tauhid, Kamu cinta Rosul, tapi rak bukumu isinya Harry Potter. Kamu shollat, tapi keluar sajadah sudah lupa diri. Kamu zakat, tapi paginya lakukan pungli. Kamu puasa, tapi sorenya kumpulkan kue2 enak. Kamu haji, tapi pulangnya minta dipuji… dll Kil”

“Besok dalam dunia rame akan kamu temui syariat hanya sebagai baju yang supaya orang MELIHAT… itulah mengapa embah tak ijinkan kamu pergi! Di sini kamu tertib karena terlihat embah, di dunia ramai kamu akan gampang tergoda kalau taatmu karena embah … pahami itu Kil!”

“Supaya bajumu lengket pada jiwamu … rasakan bahwa ada pengawas yang satu daunpun jatuh tanpa sepengetahuanNya …hadapkan wajahmu hanya pada Allah … disitu kamu akan ada pemahaman …!” .“Pada saatnya, bajumu malah bisa jadi berhala bila kamu tidak menyadari, untuk itu hati-hati pada bajumu!”

Mbah Mbeling berhenti bicara, tangannya tiba-tiba menyambar Cakil ... wuush, spontan Cakil mengelak namun sudah terlambat, tangannya terpegang … “Udahlah ayo kita shollat magrib” Mbah Mbeling menunjuk matahari yang sudah mulai tenggelam.
”Sebentar mbah …jadi hari ini tak latihan jurus lagi!”. “Dasar…!,ini bukan kulit lagi Kil”

Cakil masih belajar sama Mbah Mbeling

(3) Setelah sekian lama Cakil belajar, pada suatu hari mbah Mbeling ingin melihat kemajuannya. Maka sehabis subuh dihari itu mereka berdua telah gedebag gedebug saling keluarkan jurus.

Wuuush…wuuush … uwes! Semua jurus mbah Mbeling dapat dielakkan Cakil, malah Cakil sebenarnya bisa balas menendang bokong mbah Mbeling namun diurungkannya, kurang ajar begitu pikirnya.

“Heeem … boleh juga … tapi coba yang ini!” Wuuush ...dug dug plak.. dua pukulan mbah Mbeling sengaja dibiarkan mengena badan, sedangkan satu tinju mengarah kepala ditangkisnya.

”Alhamdulillah ...” mbah Mbeling tersenyum tanpa Cakil tahu, namun tiba2 mbah Mbeling membalikkan badan dan ... swiiitzs... dengan kecepatan penuh kakinya telah nyelonong di perut Cakil ... dugg ... suara kaki mengena perut, gedebuuum ... mbah Mbeling lah yang terpental jatuh terduduk.

“Baguus!, kuda2mu telah kuat, semua syariat telah kamu landasi ilmu, kalau tidak ibadahmu akan tertolak (wa ro’dun) seperti terpentalnya Embah. Namun Kil, walau kamu telah tertib ibadah (ahli ibadah) tetapi jangan bangga dulu ... ”

“Kil, ... ketahuilah bahwa jurus embah tadi semua jurus luar (okol), maka siap-siaplah, embah mau pakai jurus tenaga dalam ...!”. “Whalah ... oke saja, don wori mbah!” jawab Cakil nggaya.

Dhu uuut ... nafas yang sedianya akan diolah di tan-tin (bawah pusar) menjadi tenaga dalam, kebablasan ke bawah sehingga keluarlah bunyi itu. “Sialan ...!” gerutu Cakil karena ikut bau. Dengan agak hati2 mbah Mbeling mengulang kembali olah napasnya dan sejenak kemudian terlontarlah tenaga dalam nggegirisi melanda Cakil tanpa suara!!!

Beeer ... suara baju terlepas dari tubuh Cakil, namun Cakil masih sempat menyambarnya. “Untung tak ada yang robek!” masih saja Cakil mengamati baju kesayangannya, sehingga tak tahu kalau mbah Meling sudah masuk rumah.

Cakil mulai belajar sama mbah Mbeling


(1) Dalam dunia wayang, Cakil selalu kalah dalam perang, dalam mencari tak ngerti apa yang dicari, yang nyata tapi tidak nyata atau yang tidak yanta tapi nyata. Mau pergi tak tahu arah mau pulang tak tahu jalan … Hidup menjadi berat, itu yang dirasakan Cakil.

Dalam keputusasaan bertemulah Cakil dengan mbah Kyai Mbeling. Kyai yang bajunya sudah dibuang sehingga tinggal mbelingnya yang tampak, Kyai yang tidak butuh pengakuan lagi, persis apa yang diperintahkan agama “jangan lihat siapa yang berbicara tapi lihatlah apa yang dibicarakan”. Cakil suka lalu bergurulah dia.

“Stop-stop, jogedmu yang pencalikan hentikan dulu Kil, coba tunjukan saja satu jurus andalanmu, sebelum mbah Mbeling ini memulai pelajaran”

Satu kaki diangkat, kedua tangan menyilang dibelakang pantat, badan membungkuk dan pandangan mengarah kebawah begitulah jurus Cakil... lalu, ciaa aa aat ... gedabrug, belum juga gerak sudah jatuh tersungkur!

Ha ha ha ...Mbah Mbeling ketawa melihatnya. “itukah jurus andalan leluhurmu?, mengapa kamu pakai tanpa kamu kuasai ilmunya dan mengapa tak diteliti dulu!”
“Iqro’, belajarlah Kil... belajar itu wajib sampai mati. Ingat itu pesan embah yang petama” kata mbah Mbeling memulai pelajaran. Sialan! Tidak juga diberi jurus malah disuruh membaca, serapah Cakil dalam hati tapi tetap saja mendengarkan.

“Kil, belajar itu membuat kuda kudamu kokoh, badanmu kuat, tahu mana yang benar mana warisan yang kurang benar! Ketahuilah Kil... setan itu lebih suka 1000 ahli ibadah daripada menghadapi 1 ahli ilmu. Kil, .. Allah juga menghargai ahli ilmu beberapa tingkat diatas ahli ibadah”

“Namun Kil, setelah berilmu bila ilmumu betul, kamu akan menjadi manusia penakut bukan malah menjadi manusia paling ..., sesungguhnya manusia yang takut padaKu (Allah) adalah ulama (berilmu)...ingat itu Firmannya supaya kamu tidak sombong”

Selanjutnya mbah Mbeling ngeloyor begitu saja meninggalkan Cakil yang masih ingin bertanya banyak hal.===========