(4) Belakangan hari mbah Mbeling merasakan kegelisahan Cakil semakin menjadi-jadi, sehingga dalam kesempatan duduk santai diajaklah Cakil bicara. “Embah lihat syariatmu sudah tertib, ibadahmu sudah terlandasi ilmu, ada apa kamu gelisah Kil?”
“Itu lho mbah, kenapa waktu lalu bajuku lepas walau masih utuh…?” tanya Cakil penasaran. “O allah Kil kamu ini … terlalu berperasaan, malu ya panu di badanmu kelihatan?. Biarkan saja semua melihat, kenapa harus kamu tutup2i ... Jadi selama ini kamu pakai baju hanya untuk menutupi panumu!!!”
“Habis obat ramuan embah tak juga meresap ... panunya muncul terus, jangan salahkan saya!” jawab Cakil dongkol mau ajak diskusi malah lari ke penyakit kulit... semprul deh.
“Kil ... bajumu adalah syariatmu, bajumu lepas karena syariat kamu taruh dikulit saja, tanpa kamu resapi.”... “Kamu sahadat, tapi tak tahu tauhid, Kamu cinta Rosul, tapi rak bukumu isinya Harry Potter. Kamu shollat, tapi keluar sajadah sudah lupa diri. Kamu zakat, tapi paginya lakukan pungli. Kamu puasa, tapi sorenya kumpulkan kue2 enak. Kamu haji, tapi pulangnya minta dipuji… dll Kil”
“Besok dalam dunia rame akan kamu temui syariat hanya sebagai baju yang supaya orang MELIHAT… itulah mengapa embah tak ijinkan kamu pergi! Di sini kamu tertib karena terlihat embah, di dunia ramai kamu akan gampang tergoda kalau taatmu karena embah … pahami itu Kil!”
“Supaya bajumu lengket pada jiwamu … rasakan bahwa ada pengawas yang satu daunpun jatuh tanpa sepengetahuanNya …hadapkan wajahmu hanya pada Allah … disitu kamu akan ada pemahaman …!” .“Pada saatnya, bajumu malah bisa jadi berhala bila kamu tidak menyadari, untuk itu hati-hati pada bajumu!”
Mbah Mbeling berhenti bicara, tangannya tiba-tiba menyambar Cakil ... wuush, spontan Cakil mengelak namun sudah terlambat, tangannya terpegang … “Udahlah ayo kita shollat magrib” Mbah Mbeling menunjuk matahari yang sudah mulai tenggelam.
”Sebentar mbah …jadi hari ini tak latihan jurus lagi!”. “Dasar…!,ini bukan kulit lagi Kil”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar